Bersamamu
kulewati lebih dari seribu malam
Bersamamu yang ku mau
namun kenyataan yang tak sejalan
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Izinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja
Tak sanggup bila harus jujur
Hidup tanpa hembusan nafasnya
Tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
Sekali lagi untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini...
hidup untuk sekali ini saja.
Wednesday, March 18, 2009
Monday, March 9, 2009
Sabtu, 7 Maret 2009
Senin, 9 Maret 2009
03:57 Pagi
Hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2009. aku sedang berada di Kebun Raya Cibodas bersama sahabat ku. Semua yang berangkat ke sini berjumlah tujuh orang, aku, tedy, meta, yusuf, rina, uthi dan satu lagi teman baru bernama rini. Tedy datang mengajak meta, yusuf mengajak rina, dan uthi mengajak rini, hanya aku yang sendirian, tidak mengajak siapapun.
Aku duduk menjauh dari teman-teman ku, aku minder, aku takut mengganggu mereka. Mereka sedang memadu kasih dengan sesama, bahagia terpancar dari setiap senyuman mereka, gembira, dan tertawa-tawa. Aku putuskan hanya duduk di sebuah bale dan berpura-pura sibuk akan tugas, aku sibuk menulis, aku sibuk membaca.
Mereka hanya tahu aku sedang mengerjakan tugas, tapi sebenarnya semua yang ku kerjakan ialah suatu hal yang tidak penting, ku hanya membuat suatu catatan tentang curahan hati. Sebelum datang ke Kebun Raya Cibodas ini aku sengaja persiapkan semuanya, aku tahu hanya aku yang tidak membawa pasangan jadi aku cari alternatif lain untuk mengisi waktu ketika yang lainnya sedang asik mengadu kasih.
Huh, ingin sungguh rasanya seperti mereka. Mereka nampak sungguh bahagia, mereka tampak sungguh kompak, tak terpisahkan. Setiap senyuman mereka seakan mengejek aku, mengejek aku yang duduk sendiri di sini. Suara tawa mereka membuat hati ini pilu, pilu karena tawa yang ku punya tak seindah mereka. Ah tapi tak apa, semua ini memang konsekuensi yang harus aku terima.
“Sebuah konsekuensi yang cukup berat”, begitulah kata teman ku. Konsekuensi yang ku maksud bukan tentang konsekuensi hari ini, konsekuensi ini telah ku terima sejak satu bulan yang lalu. Semua konsekuensi ini disebabkan oleh satu keputusan yang berat. Kurang lebih Dua bulan ke depan aku ingin sendiri, tuk merubah diri, dan juga tuk saling memberi waktu antara aku dan mantan-kekasih ku.
Tepat pada 1 january 2009, aku mendapat sebuah masalah besar. Ku buat suatu keputusan yang salah, sehingga membuat penyesalan yang sungguh-sungguh dalam pada hari-hari ku. Sewaktu itu aku dapat suatu pesan yang berisikan tentang pemutusan hubungan, dengan bodohnya dan tampa fikir panjang aku mengkabulkan permohonannya. Memang aku bodoh, dan kebodohan ini bukan hanya pada saat itu, tapi telah dimulai dari awal ketika aku membuat dia tak nyaman.
Kembali pada diri ku yang sendiri di bale. Aku rindu, sungguh aku rindu akan segala sesuatu tentang dirinya. Ku ingat ketika dia sedang jatuh sakit, isyarat “gengam tangan ku yang erat” memberi ku arti dari sebuah kehadiran ku padanya. Segala kehalusan tangannya masih dapat ku rasa. Ku genggamkan tangan-kanan ku dan ku dekatkan dengan pipi-kanan ku, ku bayangkan ketika aku masih dapat memegangi tangannya. Makin-lama makin ku rebahkan pipi ku ini pada tangan-kanan ku, ku pejamkan mata ku, dan tak sadar sebuah senyuman pun terpancar dari wajahku. Nyaman sungguh, damai terasa sampai-sampai ku hampir lupa dimana ku sedang berada.
Segalanya kembali ku visualisasikan ketika ku masih bersamanya. Masih ku ingat semua yang ku lakukan sewaktu dulu, masih ku ingat aku pernah tertidur ketika memegangi tangannya, masih jelas ku lihat semua senyum dan tawanya ketika dia menyambut diri ku yang susah payah pulang pergi Bogor-Cikereteg untuknya, semua masih dapat ku rasakan dengan jelas.
Rindu.............
Shinta....Aku sungguh rindu......
03:57 Pagi
Hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2009. aku sedang berada di Kebun Raya Cibodas bersama sahabat ku. Semua yang berangkat ke sini berjumlah tujuh orang, aku, tedy, meta, yusuf, rina, uthi dan satu lagi teman baru bernama rini. Tedy datang mengajak meta, yusuf mengajak rina, dan uthi mengajak rini, hanya aku yang sendirian, tidak mengajak siapapun.
Aku duduk menjauh dari teman-teman ku, aku minder, aku takut mengganggu mereka. Mereka sedang memadu kasih dengan sesama, bahagia terpancar dari setiap senyuman mereka, gembira, dan tertawa-tawa. Aku putuskan hanya duduk di sebuah bale dan berpura-pura sibuk akan tugas, aku sibuk menulis, aku sibuk membaca.
Mereka hanya tahu aku sedang mengerjakan tugas, tapi sebenarnya semua yang ku kerjakan ialah suatu hal yang tidak penting, ku hanya membuat suatu catatan tentang curahan hati. Sebelum datang ke Kebun Raya Cibodas ini aku sengaja persiapkan semuanya, aku tahu hanya aku yang tidak membawa pasangan jadi aku cari alternatif lain untuk mengisi waktu ketika yang lainnya sedang asik mengadu kasih.
Huh, ingin sungguh rasanya seperti mereka. Mereka nampak sungguh bahagia, mereka tampak sungguh kompak, tak terpisahkan. Setiap senyuman mereka seakan mengejek aku, mengejek aku yang duduk sendiri di sini. Suara tawa mereka membuat hati ini pilu, pilu karena tawa yang ku punya tak seindah mereka. Ah tapi tak apa, semua ini memang konsekuensi yang harus aku terima.
“Sebuah konsekuensi yang cukup berat”, begitulah kata teman ku. Konsekuensi yang ku maksud bukan tentang konsekuensi hari ini, konsekuensi ini telah ku terima sejak satu bulan yang lalu. Semua konsekuensi ini disebabkan oleh satu keputusan yang berat. Kurang lebih Dua bulan ke depan aku ingin sendiri, tuk merubah diri, dan juga tuk saling memberi waktu antara aku dan mantan-kekasih ku.
Tepat pada 1 january 2009, aku mendapat sebuah masalah besar. Ku buat suatu keputusan yang salah, sehingga membuat penyesalan yang sungguh-sungguh dalam pada hari-hari ku. Sewaktu itu aku dapat suatu pesan yang berisikan tentang pemutusan hubungan, dengan bodohnya dan tampa fikir panjang aku mengkabulkan permohonannya. Memang aku bodoh, dan kebodohan ini bukan hanya pada saat itu, tapi telah dimulai dari awal ketika aku membuat dia tak nyaman.
Kembali pada diri ku yang sendiri di bale. Aku rindu, sungguh aku rindu akan segala sesuatu tentang dirinya. Ku ingat ketika dia sedang jatuh sakit, isyarat “gengam tangan ku yang erat” memberi ku arti dari sebuah kehadiran ku padanya. Segala kehalusan tangannya masih dapat ku rasa. Ku genggamkan tangan-kanan ku dan ku dekatkan dengan pipi-kanan ku, ku bayangkan ketika aku masih dapat memegangi tangannya. Makin-lama makin ku rebahkan pipi ku ini pada tangan-kanan ku, ku pejamkan mata ku, dan tak sadar sebuah senyuman pun terpancar dari wajahku. Nyaman sungguh, damai terasa sampai-sampai ku hampir lupa dimana ku sedang berada.
Segalanya kembali ku visualisasikan ketika ku masih bersamanya. Masih ku ingat semua yang ku lakukan sewaktu dulu, masih ku ingat aku pernah tertidur ketika memegangi tangannya, masih jelas ku lihat semua senyum dan tawanya ketika dia menyambut diri ku yang susah payah pulang pergi Bogor-Cikereteg untuknya, semua masih dapat ku rasakan dengan jelas.
Rindu.............
Shinta....Aku sungguh rindu......
Subscribe to:
Comments (Atom)
