Senin, 13 April 2009.
Kemarin, tanggal 12 April 2009 aku mengikuti sebuah acara yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM-KM) IPB. Disana ku dapati sebuah pengalaman yang ku rasa sungguh-sungguh berharga, terlebih lagi ketika ka Nazrul selaku ketua DPM-KM memberikan sebuah closing statement.
Closing statement yang diberikan oleh ka Nazrul sungguh menyentuh dan ku rasa telah membuka mata hati semua orang yang berada di gedung Auditorium Fakultas Perikanan IPB itu. Pertama beliau bercerita tentang Edward cullen (orang pertama yang menampakan kaki di puncak gunung tertinggi di dunia), semua pendakian berbahaya pasti dipandu oleh seseorang pemandu dan begitu pula yang terjadi pada pendakian Edward Cullen. Logikanya, seseorang pemandu pasti berada di depan semua orang dan pasti pula ia ialah orang pertama yang menampakan kakinya di puncak gunung, tapi mengapa Edward dapat menjadi orang pertama yang menginjakan kakinya di puncak gunung itu?
Ketika telah sampai pada puncak gunung, ketika tinggal beberapa langkan lagi menuju puncak si pemandu berhenti sejenak, sambil tersenyum si pemandupun menengok ke arah Edward dan berkata
“Silahkan anda berdiri di puncak terlebih dahulu.”
Edward pun sedikit terdiam ragu..
“itu impian anda, bukan impian saya. Impian saya ialah mewujudkan impian anda, melihat impian anda tercapai, saya merasa bahagia.” Bicara si pemandu.
Ketika semua orang berusaha untuk mengejar impiannya masing-masing, ternyata masih ada orang-orang yang berusaha tuk mewujudkan impian orang lain. Cukup melihat impian orang tersebut tercapai maka ia akan turut bahagia. Apakah kita telah seperti pemandu itu? tak usah membandingkan diri kita dengan si pemandu tersebut, coba fikirkan Apakah kita telah memikirkan orang yang menjadi pemandu tersebut dalam kehidupan kita? Seberapa banyak pengorbanan yang mereka berikan demi impian kita? mari kita fikirkan orang-orang yang menyayangi kita, apa saja yang telah kita berikan sehingga mereka merasa bahagia?
Satu lagi sebuah curhat ka Nazrul pada kami, beliau bercerita tentang adik kelasnya. Adik kelas anggota DPM-KM baru, baru karena ia baru menduduki Tingkat Persiapan Bersama (TPB/Tingkat 1) di IPB. Kemarin, hari sabtu tanggal 11 April adik kelasnya itu menelepon ka Nazrul. Dengan suara pasrah ia pun bercerita pada ka Nazrul tentang segala ketidaktahuannya tentang acara DPM Enrichment yang akan berlangsung keesokan harinya dan bertanya apa yang dapat ia bantu. Dengan sabar ka Nazrul menjelaskan segalanya dan menistruksikan apasaja yang dapat ia bantu, dengan sepenuh hati pula ia mendengarkan dan melakukan segala yang dapat ia bantu tuk mensukseskan acara tersebut.
Ketika closing statement beliau telah mencapai klimaks, ka Nazrul pun berkata
“Demi tercapainya Acara ini, dia telah berkerja keras..... Demi suksesnya Acara ini, ia telah berkorban... waktu, tenaga, dan fikiran.. sampai-sampai hari ulang tahunnya ia korbankan demi Acara ini!!”
“Dia ada di sini, ia berdiri dibelakang kita semua..... dia gadis berkerudung dibelakang itu... tolong adik kelas ku tuk maju ke depan”
Dengan perlahan ku lihat seorang gadis berjalan dengan anggun, paras wajahnya ia tundukan ke bawah. Setelah sampai di depan ia pun berhenti, suasana menjadi sangat hening. Ketika semua terdiam, terdengar suara ka Nazrul yang mengisyaratkan ia tuk berbicara. Ia menunduk, ia menangis haru, dengan suara terisak-isak akhirnya ia mengeluarkan sebuah kalimat.
“Aku Sayang Kalian Semua.......”
Entah... apa yang merasuki diri ini, aku menangis... aku terharu... aku malu.... ia gadis yang lebih muda dari ku, ketika yang lain memiikirkan kesenangan diri sendiri ketika berulang tahun, ketika yang lain menghambur-hamburkan harta tuk merayakan hari ulang tahunnya, ketika yang lain menyombongkan diri di hari ulang tahunnya, ia korbankan hari ulang tahunnya tuk semua ini.......
dan sekali lagi terpintas dikepala ku kalimat yang ia ucapkan...
"Aku Sayang Kalian semua......"
Bogor, 13 April 2009
Muhammad Iqbal Ismail
Tuesday, April 14, 2009
Tuesday, April 7, 2009
Opini: UU-BHP
UU-BHP? Apaan se?
UU-BHP atau Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ialah suatu peraturan baru yang disahkan pada tanggal 17 desember 2008 kemarin. Pasal-pasal pada UU-BHP ini dinilai lebih cenderung pada penataan sistem keuangan pada Institusi-Institusi Pendidikan dari pada memperhatikan pada nilai pengajarannya itu sendiri. UU-BHP ini juga memuat istilah-istilah baru seperti palilit (bangkrut) ke dalam suatu bidang pendidikan, pemasukannya istilah-istilah ini mengisyaratkan bahwa UU-BHP ini akan membuat bidang pendidikan terswastarisasi sehingga menjadi suatu sektor bisnis baru di Indonesia. Bidang pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai luhur akan terkotori oleh tujuan mencari keuntungan saja. tidak akan ada lagi istilah “Guru” setelah diberlakukannya UU-BHP ini, yang ada hanyalah “Tenaga Pengajar” yang statusnya sama seperti pekerja-pekerja pada bidang swasta. Nasib para Guru akan semakin tidak menentu, karena pasti akan lebih banyak diberlakukan sistem kontrak. Bukan hanya Guru tapi coba fikirkan pula bagaimana nasib para pelajar yang baru menyelesaikan setengah dari study mereka akan tetapi tempat mereka melakukan study mengalami palilit/bangkrut?
Universitas-universitas yang statusnya telah menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) seperti UI, IPB dan ITB diberi kewenangan untuk menentukan anggaran-anggaran secara mandiri. Memang dalam UU-BHP ini membuat universitas hanya dapat memungut 33,33% dana operasional pada pihak pelajar akan tetapi coba fikirkan dari mana mereka mencari dana sisanya? Coba fikirkan, bagaimana dengan dana-dana selain dana operasional?
Hal itu semua akan membuat biaya pendidikan semakin mahal, sehingga membuat “Gap” atau jurang pemisah diantara masyarakat semakin melebar. Hanya orang-orang “Berduit” yang dapat merasakan pendidikan dan mempersempit kesempatan pada orang-orang yang kurang/tidak mampu. Saya jadi ingat perkataan seorang teman, “hanya orang berduit lah yang akan menjadi sarjana, walaupun sebenarnya ia bodoh tapi jika punya duid yha semua bisa diatur,” walaupun ironis tapi itulah yang akan terjadi. Sungguh ini semua hanya akan membuat bangsa ini, bangsa Indonesia, “bangsa kita!” akan semakin terpuruk. Bangsa yang maju ialah bangsa pintar, bangsa yang berpengetahuan luas, bangsa yang mayoritas masnyarakatnya mempunyai nilai-nilai luhur akan pendidikan, tapi bagaimana jika UU-BHP diterapkan? Mari bayangkan bersama, hanya minoritas yang berkesempatan merasakan pendidikan dan mayoritas semakin tercekik dengan kebutuhan hidup lainnya; hanya minoritas yang menjadi pintar dan mayoritas menjadi semakin bodoh dan semakin mudah dibodohi; hanya minoritas yang dapat dinafkahi dari kepintarannya dan kaum manyoritas hanya dapat mengandalkan keringat diatas kebingungan mereka; akan semakin sedikit para Ibu (bayangkan jika itu ibu kita) yang mengucurkan air mata bahagia mereka yang melihat anaknya telah menjadi orang yang berpendidikan. Mari kita bersama-sama membuka pintu hati guna mulai memikirkan sesama, ini saatnya kita peduli akan sesama, fikirkan nasib dunia Pendidikan bangsa ini, bangsa yang semakin lama semakin terpuruk, bangsa indonesia, “Bangsa kita!!”
UU-BHP atau Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ialah suatu peraturan baru yang disahkan pada tanggal 17 desember 2008 kemarin. Pasal-pasal pada UU-BHP ini dinilai lebih cenderung pada penataan sistem keuangan pada Institusi-Institusi Pendidikan dari pada memperhatikan pada nilai pengajarannya itu sendiri. UU-BHP ini juga memuat istilah-istilah baru seperti palilit (bangkrut) ke dalam suatu bidang pendidikan, pemasukannya istilah-istilah ini mengisyaratkan bahwa UU-BHP ini akan membuat bidang pendidikan terswastarisasi sehingga menjadi suatu sektor bisnis baru di Indonesia. Bidang pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai luhur akan terkotori oleh tujuan mencari keuntungan saja. tidak akan ada lagi istilah “Guru” setelah diberlakukannya UU-BHP ini, yang ada hanyalah “Tenaga Pengajar” yang statusnya sama seperti pekerja-pekerja pada bidang swasta. Nasib para Guru akan semakin tidak menentu, karena pasti akan lebih banyak diberlakukan sistem kontrak. Bukan hanya Guru tapi coba fikirkan pula bagaimana nasib para pelajar yang baru menyelesaikan setengah dari study mereka akan tetapi tempat mereka melakukan study mengalami palilit/bangkrut?
Universitas-universitas yang statusnya telah menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) seperti UI, IPB dan ITB diberi kewenangan untuk menentukan anggaran-anggaran secara mandiri. Memang dalam UU-BHP ini membuat universitas hanya dapat memungut 33,33% dana operasional pada pihak pelajar akan tetapi coba fikirkan dari mana mereka mencari dana sisanya? Coba fikirkan, bagaimana dengan dana-dana selain dana operasional?
Hal itu semua akan membuat biaya pendidikan semakin mahal, sehingga membuat “Gap” atau jurang pemisah diantara masyarakat semakin melebar. Hanya orang-orang “Berduit” yang dapat merasakan pendidikan dan mempersempit kesempatan pada orang-orang yang kurang/tidak mampu. Saya jadi ingat perkataan seorang teman, “hanya orang berduit lah yang akan menjadi sarjana, walaupun sebenarnya ia bodoh tapi jika punya duid yha semua bisa diatur,” walaupun ironis tapi itulah yang akan terjadi. Sungguh ini semua hanya akan membuat bangsa ini, bangsa Indonesia, “bangsa kita!” akan semakin terpuruk. Bangsa yang maju ialah bangsa pintar, bangsa yang berpengetahuan luas, bangsa yang mayoritas masnyarakatnya mempunyai nilai-nilai luhur akan pendidikan, tapi bagaimana jika UU-BHP diterapkan? Mari bayangkan bersama, hanya minoritas yang berkesempatan merasakan pendidikan dan mayoritas semakin tercekik dengan kebutuhan hidup lainnya; hanya minoritas yang menjadi pintar dan mayoritas menjadi semakin bodoh dan semakin mudah dibodohi; hanya minoritas yang dapat dinafkahi dari kepintarannya dan kaum manyoritas hanya dapat mengandalkan keringat diatas kebingungan mereka; akan semakin sedikit para Ibu (bayangkan jika itu ibu kita) yang mengucurkan air mata bahagia mereka yang melihat anaknya telah menjadi orang yang berpendidikan. Mari kita bersama-sama membuka pintu hati guna mulai memikirkan sesama, ini saatnya kita peduli akan sesama, fikirkan nasib dunia Pendidikan bangsa ini, bangsa yang semakin lama semakin terpuruk, bangsa indonesia, “Bangsa kita!!”
Wednesday, March 18, 2009
Glen Fredly - Sekali ini saja
Bersamamu
kulewati lebih dari seribu malam
Bersamamu yang ku mau
namun kenyataan yang tak sejalan
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Izinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja
Tak sanggup bila harus jujur
Hidup tanpa hembusan nafasnya
Tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
Sekali lagi untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini...
hidup untuk sekali ini saja.
kulewati lebih dari seribu malam
Bersamamu yang ku mau
namun kenyataan yang tak sejalan
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Izinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja
Tak sanggup bila harus jujur
Hidup tanpa hembusan nafasnya
Tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
Sekali lagi untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini...
hidup untuk sekali ini saja.
Monday, March 9, 2009
Sabtu, 7 Maret 2009
Senin, 9 Maret 2009
03:57 Pagi
Hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2009. aku sedang berada di Kebun Raya Cibodas bersama sahabat ku. Semua yang berangkat ke sini berjumlah tujuh orang, aku, tedy, meta, yusuf, rina, uthi dan satu lagi teman baru bernama rini. Tedy datang mengajak meta, yusuf mengajak rina, dan uthi mengajak rini, hanya aku yang sendirian, tidak mengajak siapapun.
Aku duduk menjauh dari teman-teman ku, aku minder, aku takut mengganggu mereka. Mereka sedang memadu kasih dengan sesama, bahagia terpancar dari setiap senyuman mereka, gembira, dan tertawa-tawa. Aku putuskan hanya duduk di sebuah bale dan berpura-pura sibuk akan tugas, aku sibuk menulis, aku sibuk membaca.
Mereka hanya tahu aku sedang mengerjakan tugas, tapi sebenarnya semua yang ku kerjakan ialah suatu hal yang tidak penting, ku hanya membuat suatu catatan tentang curahan hati. Sebelum datang ke Kebun Raya Cibodas ini aku sengaja persiapkan semuanya, aku tahu hanya aku yang tidak membawa pasangan jadi aku cari alternatif lain untuk mengisi waktu ketika yang lainnya sedang asik mengadu kasih.
Huh, ingin sungguh rasanya seperti mereka. Mereka nampak sungguh bahagia, mereka tampak sungguh kompak, tak terpisahkan. Setiap senyuman mereka seakan mengejek aku, mengejek aku yang duduk sendiri di sini. Suara tawa mereka membuat hati ini pilu, pilu karena tawa yang ku punya tak seindah mereka. Ah tapi tak apa, semua ini memang konsekuensi yang harus aku terima.
“Sebuah konsekuensi yang cukup berat”, begitulah kata teman ku. Konsekuensi yang ku maksud bukan tentang konsekuensi hari ini, konsekuensi ini telah ku terima sejak satu bulan yang lalu. Semua konsekuensi ini disebabkan oleh satu keputusan yang berat. Kurang lebih Dua bulan ke depan aku ingin sendiri, tuk merubah diri, dan juga tuk saling memberi waktu antara aku dan mantan-kekasih ku.
Tepat pada 1 january 2009, aku mendapat sebuah masalah besar. Ku buat suatu keputusan yang salah, sehingga membuat penyesalan yang sungguh-sungguh dalam pada hari-hari ku. Sewaktu itu aku dapat suatu pesan yang berisikan tentang pemutusan hubungan, dengan bodohnya dan tampa fikir panjang aku mengkabulkan permohonannya. Memang aku bodoh, dan kebodohan ini bukan hanya pada saat itu, tapi telah dimulai dari awal ketika aku membuat dia tak nyaman.
Kembali pada diri ku yang sendiri di bale. Aku rindu, sungguh aku rindu akan segala sesuatu tentang dirinya. Ku ingat ketika dia sedang jatuh sakit, isyarat “gengam tangan ku yang erat” memberi ku arti dari sebuah kehadiran ku padanya. Segala kehalusan tangannya masih dapat ku rasa. Ku genggamkan tangan-kanan ku dan ku dekatkan dengan pipi-kanan ku, ku bayangkan ketika aku masih dapat memegangi tangannya. Makin-lama makin ku rebahkan pipi ku ini pada tangan-kanan ku, ku pejamkan mata ku, dan tak sadar sebuah senyuman pun terpancar dari wajahku. Nyaman sungguh, damai terasa sampai-sampai ku hampir lupa dimana ku sedang berada.
Segalanya kembali ku visualisasikan ketika ku masih bersamanya. Masih ku ingat semua yang ku lakukan sewaktu dulu, masih ku ingat aku pernah tertidur ketika memegangi tangannya, masih jelas ku lihat semua senyum dan tawanya ketika dia menyambut diri ku yang susah payah pulang pergi Bogor-Cikereteg untuknya, semua masih dapat ku rasakan dengan jelas.
Rindu.............
Shinta....Aku sungguh rindu......
03:57 Pagi
Hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2009. aku sedang berada di Kebun Raya Cibodas bersama sahabat ku. Semua yang berangkat ke sini berjumlah tujuh orang, aku, tedy, meta, yusuf, rina, uthi dan satu lagi teman baru bernama rini. Tedy datang mengajak meta, yusuf mengajak rina, dan uthi mengajak rini, hanya aku yang sendirian, tidak mengajak siapapun.
Aku duduk menjauh dari teman-teman ku, aku minder, aku takut mengganggu mereka. Mereka sedang memadu kasih dengan sesama, bahagia terpancar dari setiap senyuman mereka, gembira, dan tertawa-tawa. Aku putuskan hanya duduk di sebuah bale dan berpura-pura sibuk akan tugas, aku sibuk menulis, aku sibuk membaca.
Mereka hanya tahu aku sedang mengerjakan tugas, tapi sebenarnya semua yang ku kerjakan ialah suatu hal yang tidak penting, ku hanya membuat suatu catatan tentang curahan hati. Sebelum datang ke Kebun Raya Cibodas ini aku sengaja persiapkan semuanya, aku tahu hanya aku yang tidak membawa pasangan jadi aku cari alternatif lain untuk mengisi waktu ketika yang lainnya sedang asik mengadu kasih.
Huh, ingin sungguh rasanya seperti mereka. Mereka nampak sungguh bahagia, mereka tampak sungguh kompak, tak terpisahkan. Setiap senyuman mereka seakan mengejek aku, mengejek aku yang duduk sendiri di sini. Suara tawa mereka membuat hati ini pilu, pilu karena tawa yang ku punya tak seindah mereka. Ah tapi tak apa, semua ini memang konsekuensi yang harus aku terima.
“Sebuah konsekuensi yang cukup berat”, begitulah kata teman ku. Konsekuensi yang ku maksud bukan tentang konsekuensi hari ini, konsekuensi ini telah ku terima sejak satu bulan yang lalu. Semua konsekuensi ini disebabkan oleh satu keputusan yang berat. Kurang lebih Dua bulan ke depan aku ingin sendiri, tuk merubah diri, dan juga tuk saling memberi waktu antara aku dan mantan-kekasih ku.
Tepat pada 1 january 2009, aku mendapat sebuah masalah besar. Ku buat suatu keputusan yang salah, sehingga membuat penyesalan yang sungguh-sungguh dalam pada hari-hari ku. Sewaktu itu aku dapat suatu pesan yang berisikan tentang pemutusan hubungan, dengan bodohnya dan tampa fikir panjang aku mengkabulkan permohonannya. Memang aku bodoh, dan kebodohan ini bukan hanya pada saat itu, tapi telah dimulai dari awal ketika aku membuat dia tak nyaman.
Kembali pada diri ku yang sendiri di bale. Aku rindu, sungguh aku rindu akan segala sesuatu tentang dirinya. Ku ingat ketika dia sedang jatuh sakit, isyarat “gengam tangan ku yang erat” memberi ku arti dari sebuah kehadiran ku padanya. Segala kehalusan tangannya masih dapat ku rasa. Ku genggamkan tangan-kanan ku dan ku dekatkan dengan pipi-kanan ku, ku bayangkan ketika aku masih dapat memegangi tangannya. Makin-lama makin ku rebahkan pipi ku ini pada tangan-kanan ku, ku pejamkan mata ku, dan tak sadar sebuah senyuman pun terpancar dari wajahku. Nyaman sungguh, damai terasa sampai-sampai ku hampir lupa dimana ku sedang berada.
Segalanya kembali ku visualisasikan ketika ku masih bersamanya. Masih ku ingat semua yang ku lakukan sewaktu dulu, masih ku ingat aku pernah tertidur ketika memegangi tangannya, masih jelas ku lihat semua senyum dan tawanya ketika dia menyambut diri ku yang susah payah pulang pergi Bogor-Cikereteg untuknya, semua masih dapat ku rasakan dengan jelas.
Rindu.............
Shinta....Aku sungguh rindu......
Thursday, January 8, 2009
Kenangan Mantan-Kekasih ku.
Setelah ku letakan handphone, tiba-tiba otak ini mulai berfikir ke sana kemari tentang bagaimanakah sosok bunga itu sendiri? Aku lupa menanyakannya, dia ialah Bunga sahabat dari mantan-kekasih ku, tapi Bunga yang seperti apa? Ah, biarlah toh nanti pun akan bertatap muka dengannya.
Semakin lama ku berfikir, semakin banyak pula ingatan-ingatan yang tergali dan semua ingatan tentang mantan-kekasih ku tiba-tiba muncul seakan-akan menjadi suatu kenyataan yang dapat ku ulang. Ah, Ku jadi ingat masa-masa ku masih bersama kekasih ku itu. Masa-masa yang indah, Masa-masa yang membahagiakan, Masa-masa yang penuh keterbatasan, Masa-masa yang membuat tersenyum, tertawa, dan menangis. Masa-masa yang membuat hati tak ingin diisi oleh wanita lain, sungguh masa-masa itu membuat ku seperti ingin kembali lagi ke sana.
Mengingat kenangan itu jadi mengingatkan ku pada suatu tanggal. Tanggal 25 Oktober, tanggal yang mewakili hari jadinya Sekolah Menengah Atas Negri 7 Bogor, dan pada tanggal itu pula aku pertama kali berjumpa dengan dia. Sewaktu itu hari Minggu, beberapa kegiatan diselenggarakan dan kegiatan yang paling mencuri banyak perhatian orang ialah perlombaan baris-berbaris. Bagi ku, semua kegiatan yang ada di sana tidaklah menarik tapi aku menyengajakan diri tuk hadir di sana pada hari itu. Ku tak ingin melihat perlombaan, ku tak ingin terjun ke dalam keramaian dan sungguh aku tidak menyengajakan diri tuk mencari seseorang gadis, sungguh ku tak ingin.
Semua yang ku ingin ialah sekedar melepas rindu ku ini akan hangatnya kasih sayang yang diberikan oleh guru-guru ku tercinta yang masih setia mengabdikan diri nya tuk mengajar generasi-generasi penerus. Terkadang sikap kami melewati batas tapi mereka slalu sabar menyelesaikan ulah yang kami perbuat, membimbing kami, selalu ikhlas merelakan kepergian kami. Mereka tak menginginkan balasan atas apa yang mereka berikan, melihat kami berhasil saja sudah membuat mereka terharu bahagia, bagaimana jika lebih dari itu? Sungguh aku sungguh sayang kalian wahai para guru ku, tidak, bukan hanya guru ku tapi seluruh guru yang ada di seluruh negri ini, sungguh aku sayang pada kalian semua.
Sepasang kaki ku sangat bersemangat tuk melangkah masuk dan seakan-akan berkata: “Ayo iqbal kita masuk, tunggu apa lagi? Kami sudah tidak sabar tuk merasakan aroma sekolah yang sudah lama tak kita jumpai” ketika badan ku berada di depan gerbang depan sekolah. Ah memang sudah lama aku tak ke sini, mungkin sudah satu setengah tahun lamanya. Mungkin karena aku tak ada waktu atau mungkin semua keangkuhan ku yang membuat seakan-akan waktu ku habis, entah yang mana tapi yang jelas aku sudah lama tidak ke sini.
Ku masuki halaman sekolah yang penuh dengan pepohonan ini. Sekolah ini memang hijau dengan pepohonan, saking banyaknya pepohonan sekolah ini dijuluki sebagai Green School di Bogor. Aroma sejuknya tdk berubah, semua wangi dedaunan ini masi sungguh terasa. Ku lihat seorang satpam tua yang masih bekerja di sana, ku tatap wajahnya dan dia menatap ku, tampa sadar wajah ku memberi senyuman ke padanya dan dia membalas senyuman ku dengan hangat. Ku lihat sekeliling ku, ku tengok sebelah kanan dan sebelah kiri ku dan “akh.... itu dia mereka! Pak Aris, Pak Ace dan siapa satu lagi itu?” ucap ku pelan-pelan.
Mereka masih seperti dulu, sama persis seperti pada saat aku lulus dulu dari sana. Pak Aris tetap berpakaian dengan santai, Kaos oblong dan celana jeans menjadi pasangan pakaian favoritnya. Maklum dia ialah guru olah raga, jadi ku rasa gaya perpakaiannya pun tak usah terlalu formal seperti yang lainnya. Pak Ace masih terlihat tampan dan gagah dengan pakaian dinas khas guru yang dikenakannya, potongan rambutnya pun masih sama seperti dulu, tapi siapa yang satu lagi? Dia pria hitam manis, potongan rambut pendek, dan tak memakai pakaian dinas khas guru seperti pak Ace. Aku kenal semua guru olah raga yang ada pada SMA ku ini, yang satu ialah pak Aris dan yang satu lagi ialah pak Dedi. Berdasarkan ciri-cirinya, tak seperti ciri-ciri yang ada pada pak Dedi, tapi dia siapa? Ah, lebih baik ku perhatikan dari dekat saja. “pak Rudi!!” mulut ku tampa sadar mengucapkan hal itu, ternyata itu pak rudi! Guru yang mengajar pada bidang komputer!
Perlahan-lahan kedua kaki ini melangkah mendekati mereka dan “Assalammu’alaikum!!” sapa ku kepada mereka yang sedang asik mengobrol dan ku ciumi tangan mereka satu-persatu.
“Wa’alaikum salam, waduh.... kedatangan siapa nih, rasanya bapak kenal deh. Kamu tuh alumni SMA ini kan? Nama kamu tuh siapa ya, bapak sedikit lupa?” Pak Aris membalas perkataan ku dan menepuk-nepuk pundak ku dengan tangan kanannya.
“Ya, bapak masa ga kenal saya? Saya kan pernah bermasalah dengan pelajaran olah raga pak! masa bapak lupa sih dengan saya?”
“Ia bapak inget, muka kamu bapak kenal, tapi bapak lupa nama kamu itu. Kamu itu anak yang suka maen komputer itu kan?”
“Itu bapak inget saya. Coba tebak pak, siapa nama saya?”
“hmm.... bentar, kamu itu irbal kan?”
“wah salah! Saya iqbal pak, jawaban bapak hampir benar. Hebat-hebat walopun udah lama tapi bapak masi bisa inget, wlo pun cuman dikit hehe.”
Saya dan pak Aris pun berbincang-bincang tentang banyak hal. Mulai dari masalah-masalah baru yang ditemui olehnya di sekolah, prestasi-prestasi baru yang diraih oleh siswa sampai mengapa diadakan acara seperti sekarang ini di sekolah.
“Tak.. tak.. tak” detik-detik waktu terus berjalan. Lima belas menit, setengah jam, sampai satu jam lebih tak terasa tlah ku isi dengan perbincangan tentang kabar sekolah satu tahun kebelakang. Tampilan jam pada handphone menunjukan pukul 13.00 siang hari, sungguh tak terasa kini telah memasuki siang hari.
Satu jam lebih terus mengeluarkan suara membuat tenggorokan terasa sangat kering. Ingin ku putuskan beranjak senejenak meninggalkan pak Aris guna membeli minuman tuk kembali menyegarkan saluran tenggorokan yang telah kering ini, tapi tak jadi ku lakukan karena takut pak Aris akan beranjak dari tempatnya kini jika tidak ada yang sudi menjadi lawan bicaranya lagi. Ketika ada sapaan dari teman lama, pandangan ku terlihkan dari pak Aris menuju asal suara. Ku balas sapaan teman-lama ku itu dan tampa sengaja ku lihat sekumpulan gadis yang sedang berjalan menuju Hall, tempat dimana perlombaan baris-berbaris dilaksanakan.
Diantara sekumpulan gadis-gadis yang sedang berjalan, kudapati sepasang mata sedang memperhatikan ku dengan seksama dan tampa sadar seluruh pandangan ku ini seakan-akan terkunci tuk terus melihat ke arahnya. Satu, dua, tiga, kira-kira sampai tiga detik pandangan ku dan pandangan dia seakan-akan menyatu, saling memperhatikan dan akhirnya ku putuskan tuk memberi sebuah senyuman pada dirinya. Tak tahu apa yang ada dalam dirinya, dia menutup mukanya dengan cardigan , tiba-tiba dia memalingkan pandangannya dan berpura-pura bertanya pada gadis lain yang ada di sebelahnya. Aduhai, sungguh indah cara dia menatap ku, Aduhai sungguh indah paras wajahnya yang dihadapkan ke pada ku ini, sungguh indah gaya dia berjalan, semuanya indah dan seluruh keindahan itu seakan menyejukan seluruh gurun yang kering serta menyuruh diri ku ini tuk terus memperhatikan langkah-langkahnya.
“Hey bal! Gimana sekarang kuliah mu?” pertanyaan pak Aris membuyarkan perhatianku yang tertuju kepada gadis itu.
“Alhamdulillah lancar pak, sekarang mah saya ga pernah nakal kayak di SMA lagi pak. Saya kan udah gede sekarang mah, hehe” jawab ku.
Sepasang mata ku ini kembali mencari-cari gadis tersebut. Pandangan ku tujukan ke Hall, ku temukan sekumpulan gadis ada di sana. Ku telaah satu-persatu, tapi tetap tak ku temukan gadis yang tadi kuperhatikan itu. “ah sudahlah nanti juga ketemu lagi koq kalo jodoh mah” fikir ku. Ketika memikirkan kata-kata itu, pandangan ku tertuju pada suatu bangunan yang ada di belakang Hall. Ku perhatikan bangunan apa itu, ku coba ingat-ingat bangunan apa saja yang ada di belakang Hall sana jika dilihat dari sini. Mushola, ada mushola di belakang Hall sana. “Astagfirullah, saya belum shalat”, sekarang masi pukul 13.29 siang, masih ada waktu. Akhirnya ku putuskan tuk memutuskan perbincangan, aku minta izin dan segera beranjak menuju moshola itu. ku lakukan shalat di sana dengan khusuk.
Setelah selesai berdoa, ku segera pergi beranjak dari mushola dan mencoba tuk mencari teman-lama ku yang mungkin ada di sana. Ku dapati seorang teman yang sedang berdiri sedikit agak jauh dari pintu masuk Hall sekolah. ku sapa dan ku hampiri teman ku yang satu ini, sedikit perbincangan yang isinya tentang kabar dia kan menghilangkan rasa kaku yang ada diantara kita. tiba-tiba pandangan ku terasa ingin tertuju ke arah pintu masuk Hall, ku alihkan pandangan dan ku dapati gadis yang memperhatikan ku tadi sedang keluar dari Hall. “Itu dia”, sungguh dia cantik, putih warna kulitnya seakan-akan memutihkan isi jiwa yang hitam. Ku perhatikan dirinya yang sedang berjalan menuju pohon yang ada di depan pintu masuk sekolah ku.
Dia menatap ku, ah dia melihat ku, tampa sadar pandangan ku sedikit ku alihkan ke hadapan temanku. Aku sedikit malu, karena memang aku pemalu. Dia terus berjalan, diri ku yang pura-pura tak melihatnya membiarkannya lewat begitu saja.
Bersambung........
Semakin lama ku berfikir, semakin banyak pula ingatan-ingatan yang tergali dan semua ingatan tentang mantan-kekasih ku tiba-tiba muncul seakan-akan menjadi suatu kenyataan yang dapat ku ulang. Ah, Ku jadi ingat masa-masa ku masih bersama kekasih ku itu. Masa-masa yang indah, Masa-masa yang membahagiakan, Masa-masa yang penuh keterbatasan, Masa-masa yang membuat tersenyum, tertawa, dan menangis. Masa-masa yang membuat hati tak ingin diisi oleh wanita lain, sungguh masa-masa itu membuat ku seperti ingin kembali lagi ke sana.
Mengingat kenangan itu jadi mengingatkan ku pada suatu tanggal. Tanggal 25 Oktober, tanggal yang mewakili hari jadinya Sekolah Menengah Atas Negri 7 Bogor, dan pada tanggal itu pula aku pertama kali berjumpa dengan dia. Sewaktu itu hari Minggu, beberapa kegiatan diselenggarakan dan kegiatan yang paling mencuri banyak perhatian orang ialah perlombaan baris-berbaris. Bagi ku, semua kegiatan yang ada di sana tidaklah menarik tapi aku menyengajakan diri tuk hadir di sana pada hari itu. Ku tak ingin melihat perlombaan, ku tak ingin terjun ke dalam keramaian dan sungguh aku tidak menyengajakan diri tuk mencari seseorang gadis, sungguh ku tak ingin.
Semua yang ku ingin ialah sekedar melepas rindu ku ini akan hangatnya kasih sayang yang diberikan oleh guru-guru ku tercinta yang masih setia mengabdikan diri nya tuk mengajar generasi-generasi penerus. Terkadang sikap kami melewati batas tapi mereka slalu sabar menyelesaikan ulah yang kami perbuat, membimbing kami, selalu ikhlas merelakan kepergian kami. Mereka tak menginginkan balasan atas apa yang mereka berikan, melihat kami berhasil saja sudah membuat mereka terharu bahagia, bagaimana jika lebih dari itu? Sungguh aku sungguh sayang kalian wahai para guru ku, tidak, bukan hanya guru ku tapi seluruh guru yang ada di seluruh negri ini, sungguh aku sayang pada kalian semua.
Sepasang kaki ku sangat bersemangat tuk melangkah masuk dan seakan-akan berkata: “Ayo iqbal kita masuk, tunggu apa lagi? Kami sudah tidak sabar tuk merasakan aroma sekolah yang sudah lama tak kita jumpai” ketika badan ku berada di depan gerbang depan sekolah. Ah memang sudah lama aku tak ke sini, mungkin sudah satu setengah tahun lamanya. Mungkin karena aku tak ada waktu atau mungkin semua keangkuhan ku yang membuat seakan-akan waktu ku habis, entah yang mana tapi yang jelas aku sudah lama tidak ke sini.
Ku masuki halaman sekolah yang penuh dengan pepohonan ini. Sekolah ini memang hijau dengan pepohonan, saking banyaknya pepohonan sekolah ini dijuluki sebagai Green School di Bogor. Aroma sejuknya tdk berubah, semua wangi dedaunan ini masi sungguh terasa. Ku lihat seorang satpam tua yang masih bekerja di sana, ku tatap wajahnya dan dia menatap ku, tampa sadar wajah ku memberi senyuman ke padanya dan dia membalas senyuman ku dengan hangat. Ku lihat sekeliling ku, ku tengok sebelah kanan dan sebelah kiri ku dan “akh.... itu dia mereka! Pak Aris, Pak Ace dan siapa satu lagi itu?” ucap ku pelan-pelan.
Mereka masih seperti dulu, sama persis seperti pada saat aku lulus dulu dari sana. Pak Aris tetap berpakaian dengan santai, Kaos oblong dan celana jeans menjadi pasangan pakaian favoritnya. Maklum dia ialah guru olah raga, jadi ku rasa gaya perpakaiannya pun tak usah terlalu formal seperti yang lainnya. Pak Ace masih terlihat tampan dan gagah dengan pakaian dinas khas guru yang dikenakannya, potongan rambutnya pun masih sama seperti dulu, tapi siapa yang satu lagi? Dia pria hitam manis, potongan rambut pendek, dan tak memakai pakaian dinas khas guru seperti pak Ace. Aku kenal semua guru olah raga yang ada pada SMA ku ini, yang satu ialah pak Aris dan yang satu lagi ialah pak Dedi. Berdasarkan ciri-cirinya, tak seperti ciri-ciri yang ada pada pak Dedi, tapi dia siapa? Ah, lebih baik ku perhatikan dari dekat saja. “pak Rudi!!” mulut ku tampa sadar mengucapkan hal itu, ternyata itu pak rudi! Guru yang mengajar pada bidang komputer!
Perlahan-lahan kedua kaki ini melangkah mendekati mereka dan “Assalammu’alaikum!!” sapa ku kepada mereka yang sedang asik mengobrol dan ku ciumi tangan mereka satu-persatu.
“Wa’alaikum salam, waduh.... kedatangan siapa nih, rasanya bapak kenal deh. Kamu tuh alumni SMA ini kan? Nama kamu tuh siapa ya, bapak sedikit lupa?” Pak Aris membalas perkataan ku dan menepuk-nepuk pundak ku dengan tangan kanannya.
“Ya, bapak masa ga kenal saya? Saya kan pernah bermasalah dengan pelajaran olah raga pak! masa bapak lupa sih dengan saya?”
“Ia bapak inget, muka kamu bapak kenal, tapi bapak lupa nama kamu itu. Kamu itu anak yang suka maen komputer itu kan?”
“Itu bapak inget saya. Coba tebak pak, siapa nama saya?”
“hmm.... bentar, kamu itu irbal kan?”
“wah salah! Saya iqbal pak, jawaban bapak hampir benar. Hebat-hebat walopun udah lama tapi bapak masi bisa inget, wlo pun cuman dikit hehe.”
Saya dan pak Aris pun berbincang-bincang tentang banyak hal. Mulai dari masalah-masalah baru yang ditemui olehnya di sekolah, prestasi-prestasi baru yang diraih oleh siswa sampai mengapa diadakan acara seperti sekarang ini di sekolah.
“Tak.. tak.. tak” detik-detik waktu terus berjalan. Lima belas menit, setengah jam, sampai satu jam lebih tak terasa tlah ku isi dengan perbincangan tentang kabar sekolah satu tahun kebelakang. Tampilan jam pada handphone menunjukan pukul 13.00 siang hari, sungguh tak terasa kini telah memasuki siang hari.
Satu jam lebih terus mengeluarkan suara membuat tenggorokan terasa sangat kering. Ingin ku putuskan beranjak senejenak meninggalkan pak Aris guna membeli minuman tuk kembali menyegarkan saluran tenggorokan yang telah kering ini, tapi tak jadi ku lakukan karena takut pak Aris akan beranjak dari tempatnya kini jika tidak ada yang sudi menjadi lawan bicaranya lagi. Ketika ada sapaan dari teman lama, pandangan ku terlihkan dari pak Aris menuju asal suara. Ku balas sapaan teman-lama ku itu dan tampa sengaja ku lihat sekumpulan gadis yang sedang berjalan menuju Hall, tempat dimana perlombaan baris-berbaris dilaksanakan.
Diantara sekumpulan gadis-gadis yang sedang berjalan, kudapati sepasang mata sedang memperhatikan ku dengan seksama dan tampa sadar seluruh pandangan ku ini seakan-akan terkunci tuk terus melihat ke arahnya. Satu, dua, tiga, kira-kira sampai tiga detik pandangan ku dan pandangan dia seakan-akan menyatu, saling memperhatikan dan akhirnya ku putuskan tuk memberi sebuah senyuman pada dirinya. Tak tahu apa yang ada dalam dirinya, dia menutup mukanya dengan cardigan , tiba-tiba dia memalingkan pandangannya dan berpura-pura bertanya pada gadis lain yang ada di sebelahnya. Aduhai, sungguh indah cara dia menatap ku, Aduhai sungguh indah paras wajahnya yang dihadapkan ke pada ku ini, sungguh indah gaya dia berjalan, semuanya indah dan seluruh keindahan itu seakan menyejukan seluruh gurun yang kering serta menyuruh diri ku ini tuk terus memperhatikan langkah-langkahnya.
“Hey bal! Gimana sekarang kuliah mu?” pertanyaan pak Aris membuyarkan perhatianku yang tertuju kepada gadis itu.
“Alhamdulillah lancar pak, sekarang mah saya ga pernah nakal kayak di SMA lagi pak. Saya kan udah gede sekarang mah, hehe” jawab ku.
Sepasang mata ku ini kembali mencari-cari gadis tersebut. Pandangan ku tujukan ke Hall, ku temukan sekumpulan gadis ada di sana. Ku telaah satu-persatu, tapi tetap tak ku temukan gadis yang tadi kuperhatikan itu. “ah sudahlah nanti juga ketemu lagi koq kalo jodoh mah” fikir ku. Ketika memikirkan kata-kata itu, pandangan ku tertuju pada suatu bangunan yang ada di belakang Hall. Ku perhatikan bangunan apa itu, ku coba ingat-ingat bangunan apa saja yang ada di belakang Hall sana jika dilihat dari sini. Mushola, ada mushola di belakang Hall sana. “Astagfirullah, saya belum shalat”, sekarang masi pukul 13.29 siang, masih ada waktu. Akhirnya ku putuskan tuk memutuskan perbincangan, aku minta izin dan segera beranjak menuju moshola itu. ku lakukan shalat di sana dengan khusuk.
Setelah selesai berdoa, ku segera pergi beranjak dari mushola dan mencoba tuk mencari teman-lama ku yang mungkin ada di sana. Ku dapati seorang teman yang sedang berdiri sedikit agak jauh dari pintu masuk Hall sekolah. ku sapa dan ku hampiri teman ku yang satu ini, sedikit perbincangan yang isinya tentang kabar dia kan menghilangkan rasa kaku yang ada diantara kita. tiba-tiba pandangan ku terasa ingin tertuju ke arah pintu masuk Hall, ku alihkan pandangan dan ku dapati gadis yang memperhatikan ku tadi sedang keluar dari Hall. “Itu dia”, sungguh dia cantik, putih warna kulitnya seakan-akan memutihkan isi jiwa yang hitam. Ku perhatikan dirinya yang sedang berjalan menuju pohon yang ada di depan pintu masuk sekolah ku.
Dia menatap ku, ah dia melihat ku, tampa sadar pandangan ku sedikit ku alihkan ke hadapan temanku. Aku sedikit malu, karena memang aku pemalu. Dia terus berjalan, diri ku yang pura-pura tak melihatnya membiarkannya lewat begitu saja.
Bersambung........
Friday, January 2, 2009
Bogor, 2 januari 2008
Sekarang aku iri, demi Allah aku iri!! Melihat orang tersenyum..... Ingin sekali, sungguh ingin ku rampas senyuman itu tuk mengisi semua senyuman ku yang tlah direbut oleh suatu kebodohan.
Bodoh sungguh Bodoh, baik Iqbal ataupun kau. Bodoh, Kenapa tidak bilang terlebih dahulu semuanya? Bodoh, kenapa terbawa emosi? Bodoh! Karena kebodohan semua sakit ini tercipta.
Sungguh Heran, Aku benar-benar heran!! kenapa kau ambil, kau pegang dan kau tusukan beribu-ribu pisau ke dalam dada kita. Kau sudah tahu; Aku, kau, dan semua kan terluka. Sakit!! Sungguh sakit!! Kau tahu rasanya perih? Aku mengerti sangat, sebab itu yang ku rasakan sekarang, tapi kau? Kurasa kau lebih mengerti 3x Lipat dari ku.
Aku kan cepat bangkit! Tapi kau? Bagaimana dengan kau? Kurasa kau butuh 3x lipat waktu lebih dari ku. Kau habiskan banyak waktu gara-gara sedikit masalah yang kecil, Bagaimana dengan ini? Rapuh.... tlah ku lihat rapuh di dalam. Aku Kuat! Tapi kau? Aku khawatir.... sungguh khawatir....
Sayang, Izinkan aku panggil kau dgn sebutan itu sekali lagi saja. Maaf, maaf, ku tlah terbakar bara amarah. Bias semua pandangan diri saat itu, sekarang dan sekarang. Terasa sulit tuk tersenyum tapi mudah tuk tertawa. Aku sadar sungguh benar-benar sadar semua bukan sepenuhnya salah mu, sebagian pula milik ku.
Andai saja lebih lapang!!
Andai saja lebih Demokratis!!
Andai saja lebih Dewasa!!
Andai saja lebih Tenang!!
Pasti tidak begini jadinya.
Sungguh, aku tak harap balas dari mu. Aku tak harap hangat tubuh mu, Sungguh, aku tak ingin cinta yang tlah hancur ini terkotori nafsu. Ku hanya memberi, tak harap apapun dari mu. Ku tak mengekang, ku hanya ingin kau bebas. Sungguh sekarang ini ialah pengorbanan terbesarku untuk mu, tapi alangkah kejinya seseorang jika mengkotori ini semua.
Ku tak ingin ratapi apa yang tlah terjadi. Ku hanya dapat hadapi semua yang tlah hancur. Bisa saja ku korbankan harga diri ku tuk membangun semua agar kembali lagi seperti semua, tapi untuk apa? Sudah cukup harga diri yang ku korbankan.
Ku hargai semua keputusan mu seperti ku menghargai diri ku. Semua tlah terjadi, Aku tak akan lari, Aku tetap akan bertahan, Aku bukan pecundang! Semua tlah terjadi, jangan ratapi lagi. Ini keputusan mu, ini rasa sakit mu, ini kebodohan mu dan sebagian milik ku. Ku tak akan meminta tapi aku kan coba untuk menerima. Ku hanya ingin memulai semua dari awal tampa ratapi yang telah terjadi.
Iqbal.
Bodoh sungguh Bodoh, baik Iqbal ataupun kau. Bodoh, Kenapa tidak bilang terlebih dahulu semuanya? Bodoh, kenapa terbawa emosi? Bodoh! Karena kebodohan semua sakit ini tercipta.
Sungguh Heran, Aku benar-benar heran!! kenapa kau ambil, kau pegang dan kau tusukan beribu-ribu pisau ke dalam dada kita. Kau sudah tahu; Aku, kau, dan semua kan terluka. Sakit!! Sungguh sakit!! Kau tahu rasanya perih? Aku mengerti sangat, sebab itu yang ku rasakan sekarang, tapi kau? Kurasa kau lebih mengerti 3x Lipat dari ku.
Aku kan cepat bangkit! Tapi kau? Bagaimana dengan kau? Kurasa kau butuh 3x lipat waktu lebih dari ku. Kau habiskan banyak waktu gara-gara sedikit masalah yang kecil, Bagaimana dengan ini? Rapuh.... tlah ku lihat rapuh di dalam. Aku Kuat! Tapi kau? Aku khawatir.... sungguh khawatir....
Sayang, Izinkan aku panggil kau dgn sebutan itu sekali lagi saja. Maaf, maaf, ku tlah terbakar bara amarah. Bias semua pandangan diri saat itu, sekarang dan sekarang. Terasa sulit tuk tersenyum tapi mudah tuk tertawa. Aku sadar sungguh benar-benar sadar semua bukan sepenuhnya salah mu, sebagian pula milik ku.
Andai saja lebih lapang!!
Andai saja lebih Demokratis!!
Andai saja lebih Dewasa!!
Andai saja lebih Tenang!!
Pasti tidak begini jadinya.
Sungguh, aku tak harap balas dari mu. Aku tak harap hangat tubuh mu, Sungguh, aku tak ingin cinta yang tlah hancur ini terkotori nafsu. Ku hanya memberi, tak harap apapun dari mu. Ku tak mengekang, ku hanya ingin kau bebas. Sungguh sekarang ini ialah pengorbanan terbesarku untuk mu, tapi alangkah kejinya seseorang jika mengkotori ini semua.
Ku tak ingin ratapi apa yang tlah terjadi. Ku hanya dapat hadapi semua yang tlah hancur. Bisa saja ku korbankan harga diri ku tuk membangun semua agar kembali lagi seperti semua, tapi untuk apa? Sudah cukup harga diri yang ku korbankan.
Ku hargai semua keputusan mu seperti ku menghargai diri ku. Semua tlah terjadi, Aku tak akan lari, Aku tetap akan bertahan, Aku bukan pecundang! Semua tlah terjadi, jangan ratapi lagi. Ini keputusan mu, ini rasa sakit mu, ini kebodohan mu dan sebagian milik ku. Ku tak akan meminta tapi aku kan coba untuk menerima. Ku hanya ingin memulai semua dari awal tampa ratapi yang telah terjadi.
Iqbal.
Wednesday, December 24, 2008
Doa ku.
Siksaan apa yang lebih berat untuk seorang pecinta selain "si pencinta harus mengerti bahwa si pecinta ialah sebab dari sakit-nya orang yang dicintai dan harus mengikhlaskan orang yang dicintai agar dapat hidup lebih layak."
Ikhlas..
sungguh ikhlas...
tapi sosok iqbal hanyalah sosok manusia yang hanya dapat menyamai hakikat para wali-Mu. Aku yakin, yakin seyakin yakinnya bahwa Kau begitu Adil, Kau tak kan memberi cobaan melampaui batasan ku.
Sungguh, semua kembali lagi kepada Mu. tak ada satupun dari ciptaan-Mu yang dapat mengelak dari takdir-Mu. Seluruh bumi, langit dan seluruh alam semesta pastinya menuruti semua titah-Mu. Air bertakwa setakwa-takwanya air pada Mu. Tanah bertakwa setakwa-takwanya Tanah pada Mu. Api bertakwa setakwa-takwanya Api pada Mu.
Namun, Apakah aku dapat Bertakwa setakwa-takwanya Aku pada Mu? Ya.. Allah (dibaca Alloh) berikanlah aku kekuatan agar aku dapat bertakwa setakwa-takwanya Aku kepada mu dan dapat melalui semua cobaan Mu tampa menyimpang dari jalan Mu.
Amin......
Ikhlas..
sungguh ikhlas...
tapi sosok iqbal hanyalah sosok manusia yang hanya dapat menyamai hakikat para wali-Mu. Aku yakin, yakin seyakin yakinnya bahwa Kau begitu Adil, Kau tak kan memberi cobaan melampaui batasan ku.
Sungguh, semua kembali lagi kepada Mu. tak ada satupun dari ciptaan-Mu yang dapat mengelak dari takdir-Mu. Seluruh bumi, langit dan seluruh alam semesta pastinya menuruti semua titah-Mu. Air bertakwa setakwa-takwanya air pada Mu. Tanah bertakwa setakwa-takwanya Tanah pada Mu. Api bertakwa setakwa-takwanya Api pada Mu.
Namun, Apakah aku dapat Bertakwa setakwa-takwanya Aku pada Mu? Ya.. Allah (dibaca Alloh) berikanlah aku kekuatan agar aku dapat bertakwa setakwa-takwanya Aku kepada mu dan dapat melalui semua cobaan Mu tampa menyimpang dari jalan Mu.
Amin......
Subscribe to:
Comments (Atom)
